Pages

Kamis, 02 April 2015

makalah manusia dan agama



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potensi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi). Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini

B.       Rumusan Masalah
Untuk mengkaji masalahan yang terdapat dalam makalah “Manusia dan Agama” ini, kelompok kami akan membuat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas:
1.        Hakekat manusia
2.        Tugas dan kewajiban manusia
3.        Pengertian agama dan aspeknya
4.        Asal-Usul Agama
5.        Fungsi Agama

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan makalah ini dibuat ialah :
1.    Untuk mengetahui hakekat manusia serta tugas dan kewajibannya di bumi
2.    Untuk Mengetahui pengertian agama secara mendalam serta
3.    Untuk mengetahui fungsi dari agama itu sendiri
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Hakekat Manusia
1.      Pengertian Manusia
            Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.[1]
Sementara Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.
Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)[2]
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis,psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).[3]

2.      Hakekat Manusia
                 Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
1.             Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.             Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu menentukan nasibnya.
3.             Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
4.             Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
5.             Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
6.             Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
7.             Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
8.             Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4]

B.       Tugas dan Kewajiban Manusia
Pada dasarnya, setiap individu memiliki hak dan kewajiban. Manakala manusia melakukan kewajiban, dia akan memperoleh haknya. Hal ini dalam artian hak akan selalu mengikuti kewajiban yang telah dilakukan. Bukan sebailknya, kewajiban akan mengikuti haknya. Pasalnya, hak yang diperoleh akan sesuai dengan kewajiban yang dilakukan. Meski demikian, hak dan kewajiban akan selalu terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainya.
Kewajiban umumnya identik dengan tugas yang harus dikerjakan. Tugas manusia umumnya dilakukan di dunia. Pasalnya, setiap individu di alam akherat tidak melakukan tugas seperti halnya di dunia. Di alam akherat, setiap individu akan mendapatkan balasan apa yang telah dilakukan semasa hidupnya di dunia. Tugas hal ini bukan berarti tugas individu yang berhubungan dengan pekerjaan. Namun tugas yang dimaksudkan adalah tugas secara keseluruhan sebagai umat manusia.
Tugas manusia dalam hal ini meliputi tugas manusia secara vertikal dan horizontal. Pertama, secara vertikal, dalam hal ini tugas manusia yang berhubungan dengan Sang Pencipta, ALLAH SWT. Kedua, secara horizontal, tugas individu yang berkaitan dengan umat manusia lainnya dengan tujuan untuk mendapat ridho ALLAH SWT. Oleh karena itu, sangat vital bagi setiap individu memahami tugasnya sebagai manusia dalam menjalani kehidupan didunia dan diakherat.
Secara umum, manusia memiliki 3 tugas, yaitu :
1.        Sebagai hamba Allah Swt. Hal ini berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan individu kepada ALLAH SWT. Dapat diartikan, individu hendaknya selalu beribadah kepada Sang Pencipta. Individu harus memahami bahwa mereka ada yang memiliki. Artinya, mereka ada yang menciptakan. Tugas individu kepada Sang Pencipta adalah dengan meningkatkan keimanan kepada Allah Swt.
2.        Sebagai kholifah. Hal ini dalam artian individu selalu mengaplikasikan segala yang telah diperintahkan ALLAH SWT dan menjauhi larangan-Nya. Selain menjaga dan melestarikan alam bumi raya ini, individu hendaknya selalu melakukan apa yang telah diridhoi-Nya. Banyak hal yang dapat dijadikan contoh pada pengaplikasian individu sebagai kholifah. Sebagai contoh melaksanakan perintahnya adalah selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya, memperbanyak amal jariyah, bekerja keras, melaksanakan sholat lima waktu, menjaga kebersihan, dan lain sebagainya. Contoh menjauhi larangan-Nya meliputi tidak merusak lingkungan, menjauhi penyakit hati.
3.        Sebagai da’i. Artinya, individu hendaknya harus selalu menyampaikan kebenarannya. Individu mengkomunikasikan kepada umat yang lain mengenai apa yang telah diperintahkan ALLAH SWT. Tak hanya itu, memberitahukan segala larangan-Nya juga merupakan tugas manusia sebagai da’i. Al Qur’an dan Al Hadist dapat digunakan sebagai pedoman manusia dalam melaksanakan tugasnya menyampaikan segala kebenaran.
Pada dasarnya, manakala manusia memahami tugasnya di dunia, maka mereka akan memperoleh manfaat yang tidak sedikit. Manfaat tersebut tidak hanya berguna tatkala manusia masih dunia, tetapi juga di akherat. Diantaranya, hidup manusia akan selamat didunia dan diakherat.[5]

C.      Pengertian Agama dan Aspeknya
1.         Pengertian Agama

Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta a berarti tidak, gama berarti kacau maka agama berarti tidak kacau, tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari bahwa walaupun agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a.    Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b.    Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut.
c.    Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.
            Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.
            Dengan demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara universal.[6]

2.         Syarat – Syarat Agama
a.         Percaya dengan adanya Tuhan
b.        Mempunyai kitab suci sebagai pandangan hidup umat-umatnya
c.         Mempunyai tempat suci
d.        Mempunyai Nabi atau orang suci sebagai panutan
e.         Mempunyai hari raya keagamaan

3.         Unsur – Unsur Agama
Menurut Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
1.       Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
2.       Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
3.       Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agam.
4.       Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
5.       Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama[7]

D.      Asal – Usul Agama
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang asal – usul agama, yaitu :

1.        Teori jiwa
Edwar Burnet Taylor (1832-1917) dalam bukunya yang sangat terkenal, The Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animisme. Ia mengatakan bahwa asal mula religi adalah bersamaan dengan adanya kesadaran pada manusia akan adanya roh atau jiwa. Mereka memahami adanya mimpi dan kematian, yang mengantarkan mereka sampai pada pengertian bahwa kedua peristiwa itu, mimpi dan kematian adalah bentuk pemisahan antara roh dan tubuh kasar.
Roh orang yang telah meninggal akan kekal walau jasad telah hancur, dan di yakini roh dapat mengunjungi manusia, menolong manusia, menggangu kehidupan manusia dan juga menjaga manusia yang masih hidup, terutama anak cucunya atau keluarga serta teman sekampung.
Beals,dan Hoijer Mengatakan bahwa ada perbedaan antara pengertian roh dengan makhluk halus, roh adalah bagian halus dari setiap makhluk yang mampu hidup terus sekalipun jasadnya telah mati, sedangkan makhluk halus sejak terjadinya sejak terjadi adalah seperti itu, contohnya pero, mambang, dewa-dewi yang dianggap berkuasa.

2.        Teori batas akal
James G. Frazer, dalam bukunya The Golden Bouch : a study in Magic and Religion (1880) volume I : manusia memecahkan persoalan-persoalan hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya. Akan tetapi, akal dan sistem pengetahuan ada batasnya. Teori batas akal ialah suatu teori yang menyatakan bahwa terjadinya agama disebabkan manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akalnya. Semakin meluasnya perkembangan ilmu dan tekhnologi, makin maju kebudayaaan manusia maka makin luas batas akal.
Banyak persolan hidup yang tidak dapat dipecahkan oleh akal sehingga dipecahkan dengan magic atau ilmu gaib. Namun ketika terbukti banyak dari perbuatan magicnya  tidak ada hasil, sehingga lebih percaya kepada makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa dari pada manusia. Sehingga manusia membina hubungan dengan makhluk halus. Dari sini timbullah unsur religi.
R. First dalam bukunya Human Types mengemukakan perbedaan antara magic dan religi. Magic adalah serangkaian perbuatan manusia untuk mengontrol alam semesta, sedangkan religi adalah respon manusia terhadap kebutuhan akan konsepsi yang tersusun mengenai alam semesta dan sebagai mekanisme dalam rangka mengatasi kegagalan yang timbul akibat ketidak mampuan manusia untuk meramalkan dan memahami kejadian alam.

3.        Teori krisis dalam individu
Teori ini disebut juga masa krisis dalam hidup individu yang dikemukakan oleh M.Crawley  dalam bukunya The True of life (1905) yang menyebutkan bahwa kelakuan keagamaan manusia itu terjadi untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri dan duirakan secara luas oleh A.Van Gennep dalam bukunya rites de Passage (1910).

4.        Teori kekuatan luar biasa
R.R Marett, dalam bukunya The Threhold ofreligion mengatakan bahwa agama dan sikap religi dari manusia terjadi karena adanya kejadian luar biasa yang menimpa hidup manusia. Kejadian luar biasa ini terdapat di lingkungan sekeliling. Marett mengkritik pendapat Edward B.Taylor yang mengatakan bahwa timbulnya agama karena adanya kesadaran pada manusia terhadap adanya jiwa. Menurut Marett  Kesadaran seperti itu terlalu rumit dan terlalu kompleks bagi ukuran pikiran manusia yang baru saja ada pada kehidupan di muka bumi ini. Dan ia mengajukan teori baru katanya bahwa pangkal dari segi segala kelakuan keagamaan pada manusia ditimbulkan oleh suatu perasaan rendah diri terhadap adanya gejala dan peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupan manusia. kekuatan yang melebihi kekuatan yang telah dikenal manusia dalam alam sekeliling disebut Supernatural.

5.        Teori sentimen kemasyarakatan
Satu teori yang mengatakan bahwa agama yang permulaan itu disebabkan adanya suatu getaran atau suatu emosi yang ditimbulkan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai sesama warga masyarakat. Teori ini diperkenalkan oleh seorang sarjana perancis, Emille Durkheim yang diuraikan dalam bukunya Les Fornes Elementaries de lavia Religiuse diterjemahkan dalam bahasa inggris The Elementary Forms of  The Religius life. Durkheim kemudian mengemukakan teori dasar-dasar agama sebagai berikut :
a.         Suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan bergerak di dalam alam, melainkan karena sesuatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul di alam jiwa manusia dahulu, karena pengaruh sentimen kemasyarakatan.
b.        Sentimen kemasyarakatan dalam batin manusia dahulu adalah berupa suatu kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa berbakti, rasa cinta terhadap masyarakat itu sendiri yang merupakan lingkungan alam dunia tempat ia hidup.
c.         Sentimen kemasyarkatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan yang merupakan pangkal dari segala kelakuan keagamaan manusia itu tidak selalu berkobar-kobar dalam alam batinnya.
d.        Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan membutuhkan suatu objek turunan.
e.         Objek keramat merupakan lambang masyarakat dengan benda atau binatang yang dikeramatkan, objek keramat disebut juga totem. Totem adalah mengkongkritkan prinsip totem di belakangnya, prinsip totem adalah suatu kelompok tertentu di dalam masyarakat berupa clan atau lainnya.
Dari pendapat diatas dapat diambil  kesimpulan dalam menentukan bentuk lahir dari suatu agama, yaitu : objek kramat (sakral), tidak kramat (profan), dan totem.

6.        Teori wahyu Tuhan
Andrew Lang  dari inggris mengatakan bahwa kelakuan religius manusia manusia terjadi karena mendapat wahyu atau semacam firman dari Tuhan melalaui seorang manusia pilihan[8]

E.       Fungsi Agama
Adapaun fungsi agama adalah sebagai berikut :
1.      Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
2.      Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
3.      Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
4.      Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5.      Pedoman perasaan keyakinan
6.      Pedoman keberadaan
7.      Pengungkapan estetika (keindahan)
8.      Pedoman rekreasi dan hiburan
9.      Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.[9]












BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah, mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.
Manusia tidak akan pernah lepas dari agama karena dalam diri manusia ada fitrah. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan, dan Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.

B.       Saran
Demikian  makalah yang dapat kami paparkan tentang manusia dan agama, semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnyadan pada kami pada khususnya. Dan tentunya makalah  ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami butuhkan, guna memperbaiki makalah selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA

1.    Fathoni Ahmad Miftah Drs., M.Ag, Pengantar Studi Islam, 2001,  Semarang, Gunung Jati.
2.    Supadie Didiek Ahmad,dkk. Pengantar Studi Islam, 2011 , Jakarta, Rajawali Pers.
3.    Muhaiman Dimensi-Dimensi Studi Islam, 1994, Surabaya,Karya Abditama
4.    Syukur Amin Prof. Dr. H. M., MA, Pengantar Studi Islam, 2010, Semarang, Pustaka Nuun


[2] Didiek Ahmad Supadie,dkk. Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2011), hlm:137-138
[3] Prof. Dr. H.M. Amin Syukur,MA , Pengantar Studi Islam, (Semarang:Pustaka Nuun,2010),hlm:9
[4] Drs.Miftah Ahmad Fathoni, M.Ag, Pengantar Studi Islam, (Semarang:Gunung Jati),2001,hlm:18
[6] Didiek Ahmad Supadie,dkk. Pengantar Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 35-36
[7] Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA, Pengantar Studi Islam, (Semarang:Pustaka Nuun), 2010, hlm:26-29

[9] Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA, Pengantar Studi Islam, (Semarang:Pustaka Nuun), 2010, hlm:26-29

0 komentar:

Posting Komentar